Hukum Berkurban dengan Hewan yang Terjangkiti PMK
banten.jpnn.com, SERANG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Serang memberikan penjelasan perihal hukum hewan kurban yang terjangkiti penyakit mulut dan kuku (PMK).
Ketua MUI Kabupaten Serang Tb A Khudori Yusuf mengatakan dalam berkurban diperlukan ketelitian, seperti memperhatikan dari segi kesehatan dan keutuhan anggota tubuh pada hewan atau tidak ada cacat fisik.
"Dalam berkurban kita harus teliti, kondisi hewan tidak boleh ada yang memiliki kekurangan seperti pincang, buta, dan kekurangan lainnya," kata Abah Khudori -panggilan Khudori Yusuf-.
Sedangkan hukum hewan yang terpapar virus PMK, Khudori menerangkan berkurban dengan hewan yang positif PMK memiliki gejala ringan seperti kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur berlebihan hukumnya sah dijadikan hewan kurban.
Dia menambahkan sedangkan hewan kurban yang memiliki gejala berat seperti lumpuh, kuku kakinya terlepas atau menyebabkan pincang bahkan tidak dapat berjalan, dan kondisi badan kurus, hukumnya tidak sah dijadikan kurban.
"Hewan yang positif PMK dengan gejala ringan dipastikan sah dijadikan hewan kurban. Untuk gejala berat tidak sah, terkecuali hewan tersebut sembuh rentang waktu bertepatan masa berkurban (10-13 Zulhijah)," katanya.
Abah Khudori mengimbau kepada masyarakat Kabupaten Serang untuk selalu berhati-hati dalam proses penyembelihan, tidak jarang di saat merobohkan hewan kurban dapat menimbulkan cacat pada fisiknya.
"Hewan yang cacat akibat proses sebelum penyembelihan, seperti saat merobohkan terjadinya cacat fisiknya maka hewan tersebut tidak memadai lagi sebagi hewan kurban," katanya. (mcr34/jpnn)
MUI memberikan penjelasan perihal hukum hewan kurban yang terjangkiti penyakit mulut dan kuku (PMK).
Redaktur : Rah Mahatma Sakti
Reporter : Abdul Malik Fajar
Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News